Selasa, 24 Juli 2012

Uji Ulang Kompetensi Guru

Boleh jadi, kebijakan uji ulang kompetensi menjadi kabar kurang menyenangkan bagi para guru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), akhir Juli ini akan melakukan uji ulang kompetensi bagi 1.020.000 guru bersertifikasi, sebagai konsekuensi dari peningkatan kualitas. Sejumlah pihak buru-buru merespons menolak. Mereka berdalih, sedari awal program sertifikasi guru tidak dikonsep untuk peningkatan mutu guru, sehingga tidak relevan mengaitkan program sertifikasi dengan kualitas guru.

Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan guru. Maka mereka tak perlu berlebihan merespons, dengan menolak program uji ulang kompetensi. Ini bukan uji ulang sertifikasi, sehingga tidak perlu khawatir akan berdampak pada tunjangan jika nanti tidak lulus. Pemerintah pun takkan mencabut begitu saja tunjangan, karena niat awal program ini bukan hanya untuk meningkatkan kualitas melainkan kesejahteraan guru. Tujuan itu hendak dicapai secara optimal.

Kita prihatin, setelah berjalan enam tahun, peningkatan kesejahteraan guru bersertifikasi tidak berbanding lurus dengan pencapaian kualitasnya. Dari tahun ke tahun kualitas mengajar mereka tidak menunjukkan perbaikan menggembirakan, sehingga memerlukan uji ulang untuk mengukur tingkat kompetensi. Ini berbeda dari uji kompetensi awal, yakni untuk mendapat pelatihan sertifikasi. Sedangkan uji ulang untuk menilai kinerja setelah mendapat sertifikasi; ada atau tidak peningkatan kualitas setelah sertifikasi.

Uji ulang Kompetensi Guru atau UKG merupakan konsekuensi anggaran gaji guru — 60 persen dari total anggaran pendidikan — yang berbanding terbalik dengan mutu guru. Guru bersertifikasi belum mencapai kinerja sangat baik, maksimal hanya cukup baik. Balitbang Kemdikbud mencatat guru setingkat SD/ MI negeri/ swasta yang layak mengajar hanya 28,94 persen, guru SMP (negeri 54,12 persen, swasta 60,99 persen), guru SMA (negeri 65,29 persen, swasta 64,73 persen), guru SMK (negeri 55,91 persen, swasta 58,26 persen).

Semua pihak perlu berpikir positif, rasional, komprehensif, dan tidak parsial dalam merespons kebijakan uji ulang ini. Kita mengentuk kesadaran organisasi guru untuk ikut mendukung dan memotivasi; bukankah setelah kesejahteraan guru bersertifikasi membaik, seharusnya mereka ikhlas mengimbangi dengan peningkatan kualitas diri dan profesi? Tidak bijaksana kalau hanya menuntut hak-hak, tetapi mengabaikan pembentukan karakter dan pribadi mengabdi untuk mendidik generasi emas anak bangsa.

Sertifikasi merupakan ikhtiar peningkatan mutu guru yang berujung pada meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Sertifikasi sekaligus menjadi tonggak awal bangkitnya apresiasi tinggi pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru setara dengan profesi lain seperti dokter atau pengacara. Sertifikasi merupakan wujud nyata penghargaan kita dengan perbaikan kesejahteraan, perlindungan hukum, profesi, kesehatan, dan keselamatan kerja bagi para guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar